Ketika Cerita Menjadi Kenyataan

Posted on

Ketika Cerita Menjadi Kenyataan

Namaku Renald, Cowok berumur 26 tahun. Aku terlahir sebagai anak tunggal. Keluarga besarku sangat sedikit jumlah orangnya. Mamaku hanya 2 bersaudara, sedangkan papaku aadalah anak tunggal. Saat ini aku bekerja di sebuah perusahaan konstruksi di kota Surabaya.

Aku sangat suka memakai pak*ian d*lam cewek. Kadang-kadang aku juga memakai baju cewek juga, tetapi semua itu aku lakukan di rumah sendiri saja. Aku tidak pernah memakainya untuk ditunjukan kepada orang lain. Aku memakainya untuk membangkitkan ga*rah dan fant*syku tentang s*x. Biasanya setelah itu, aku akan melakukan mast*rbasi sampai aku merasa puas.

Kesenanganku pada pak*ian d*lam perempuan berawal sejak SMP kelas 2. Waktu itu aku masih tinggal di Jakarta. Waktu itu aku di ajak bibiku untuk menginap di Bandung. Bibiku ini kakaknya mamaku. Saat itu dia berumur 36 tahun, berkulit putih dan cantik. Tingginya kurang lebih 165 cm dengan berat badan sekitar 45 kg. Sepertinya ukuran d*d*nya adalah 34 B.

Dia mempunyai seorang putra berusia 14 tahun yang bernama Andi. Aku dan sepupuku ini memang akrab sejak kecil, tetapi waktu aku kelas 6 SD, mereka pindah ke Bandung. Kini kesempatan bertemu kembali dengan mereka. Saat aku tiba, aku disambut dengan hangat oleh paman dan sepupuku. Selama beberapa hari, aku selalu diajak berwisata ke tempat-tempat wisata seperti Tangkuban Perahu, Pelabuhan Ratu, Puncak dan lain-lain.

Dua hari menjelang aku pulang, di rumah tinggal aku dengan Andi saja. Paman dan bibiku ada urusan di Sukabumi. Andi tiba-tiba mengajakku ke kamar orang tuanya, lalu di sana dia mengambil majalah Pla*boy milik ayahnya dari lemari.

Sejenak kemudian, kami melihat-lihat isi majalah itu. Dalam majalah itu, banyak gambar cewek-cewek cantik yang tel*nj*ng maupun yang setengah tel*nj*ng. Yang paling menarik perhatianku adalah gambar cewek yang memakai ling*rie (pak*ian d*lam yang s*xy, seperti baju tidur, br* dan cel*na d*lam). Kuperhatikan gambar itu agak lama. Rupanya Andi melihat kalau aku tertarik dengan gambar itu.

Tiba-tiba dia bertanya, “Kamu suka ling*rie, ya?”.
Aku cukup kaget dengan pertanyaan itu, tapi dengan cepat aku menguasai diri dan bertanya kembali,
“Bagaimana dengan kamu?”

“Aku suka banget”, katanya.
“Aku kadang-kadang memakainya”.
“Hah?”. Aku kaget.

“G*la kamu, kamu pakai punya siapa?”.
“Punya mamaku”, katanya.
“Rasanya enak lho .. kamu mau coba?”

Sejenak aku berpikir, anak ini lumayan edan. Laki-laki kok pakai pak*ian d*lam cewek. Tapi tak urung rasa penasaranku menjalar. Setelah itu aku menjawabnya,
“Boleh juga ..”

Lalu dia membuka lemari baju mamanya dan mengambil sebuah cel*na d*lam biru yang berbahan satin dengan renda yang agak transparan di bagian depan, sebuah br* warna krem yang bercup lembut tanpa tali bahu dan sebuah gaun tidur putih dengan bahan satin juga.
“Pakai cel*na d*lam dan br*nya, aku akan memakai baju tidur ini”, katanya.

Lalu dia membuka seluruh pakaiannya dan memakai baju tidur itu. Kulihat dia memakai baju itu, lalu aku juga membuka pakaianku. Setelah itu, aku memakai cel*na d*lam dan br* mamanya. Ternyata rasanya memang luar biasa. Kelembutan kainnya membuat k*nt*lku berdiri. Rasa h*rny menjalar ke seluruh tubuhku.

“Bagaimana? Enak kan?”, katanya.
“Iya.. enak sekali”, kataku.
Sejenak aku berpikir lebih jauh lagi, bagaimana kalau aku membawa pulang beberapa baju dalam itu. Lalu aku bertanya kepada Andi,

“Aku ingin membawa pulang beberapa potong, kira-kira ketahuan tidak?”.
“Tidak kok, Mamaku soalnya tidak terlalu perhatian. Buktinya aku sering banget main baju d*lamnya, tetapi selalu tidak ketahuan. Kalau kamu mau, pilih saja”

Setelah itu, aku dan Andi mengeluarkan semua pakaian itu dari dalam lemari dan aku mulai mememilihnya. Yang pertama kupilih adalah sebuah bik*ni pantai berwarna kuning. Bik*ni ini terdiri atas br* dan cel*na d*lam yang dimana cel*na d*lam itu harus diikat talinya di bagian samping. Br*nya juga demikian, harus di ikat tali pada bagian leher dan dan punggung.

Setelah itu, aku memilih sebuah g-str*ng berwarna pink dengan renda-renda yang s*xy dan mer*ngs*ng. Aku juga mengambil sebuah cel*na d*lam hitam yang transparan. Setelah itu, aku mengambil sebuah br* warna hitam dengan cup yang lembut, dengan kawat penyangga dan tali bahunya bisa di lepas,

Satu set baju tidur s*xy yang terdiri atas gaun pendek sepaha yang s*mi transparan berwarna biru muda di mana bagian atas dan sepanjang piggiran bawah gaun ini memakai renda yang s*xy serta hanya tali di bagian bahunya dan kimono untuk penutup luar panjang selutut.

Kulihat kembali sisanya, semuanya tidak terlalu menarik dan s*xy lagi. Semuanya adalah cel*na d*lam biasa yang berbahan katun dan br* biasa. Hanya saja corak dan warnanya macam-macam. Yang s*xy sudah ku ambil semua. Baju tidurnya hanya sisa type piyama biasa.

“Udah cukup”, kataku.
“Kalau gitu, ayo simpan semua ini lagi”, katanya.

Kami kemudian mengembalikan sisa pak*ian d*lam itu ke lemari. Pakaian dal*m yang aku pilih semuanya aku masukan ke dalam koper bajuku dan kutumpuk di bagian paling bawah. Setelah itu, Andi mengajakku pergi ke ruang keluarga. Di sana ada sebuah cermin seukuran badan. Di sana dia mengaca, lalu berkata, “Lihat, aku terlihat s*xy, kan?”

Aku melihatnya, sebenarnya dia s*xy juga, seandainya dia cewek. Aku penasaran dengan tubuhku sendiri, lalu aku ikut berdiri di depan kaca. Aku melihat bayangan diriku yang sedang memakai pak*ian d*lam itu. Tak urung aku ter*ngs*ng juga. K*nt*lku menyembul dari cel*na d*lam yang kupakai.

Setelah itu, Andi berkata, “Ayo, sekarang kita main Nintendo”.
“Kalau gitu, aku pakai lagi bajuku”, kataku.
“Buat apa?”, katanya.
“Kita main begini aja”.

Sejenak aku kaget. G*la, aku belum pernah main Nintendo dengan memakai baju d*lam cewek aja kayak begini. Tapi kakiku mengikuti langkahnya ke kamarnya. Di sana dia menyalakan Nintendonya dan mengajakku bermain. Selama permainan, aku tidak terlalu konsentrasi. Sens*si dari pak*ian d*lam itu terus menjalar ke seluruh tubuhku. Rupanya Andi mengetahuinya.

Dia lalu berkata, “Sulit konsentrasi, ya?”
“Iya. ”
“Nggak apa-apa, lama-lama akan terbiasa. Awalnya aku juga begitu, tapi lama-lama biasa aja. Kayak pakai baju sendiri”

G*la, pikirku, berarti dia udah lama banget kayak gini.
“Kamu sejak kapan main pak*ian d*lam cewek kayak gini?”, tanyaku.
“Sejak masuk SMP”

“Wah, kalau gitu udah lama dong. Ceritanya gimana kamu kok bisa jadi gini?”
“Aku tertarik sama gambar yang kamu lihat tadi, jadi aku pingin coba rasanya. Waktu ada kesempatan, aku coba pak*ian d*lam mamaku. Eh, ternyata enak juga. Sejak itu aku jadi ketag*han. Kadang aku pakai cel*na d*lam mamaku ke sekolah”

“Hah?”. Aku kaget.
“Benar, rasanya h*rny betul.”
“Eh, kamu gini apa nggak jadi b*nci?”

“Nggak kok, aku masih ada naksir sama teman cewekku. Ini cuma buat memuaskan n*fsu s*x, kok. Kamu boleh juga coba gitu, pakai ke sekolah atau jalan-jalan. Jangan takut, nggak bakal ketahuan”.
“Benar nih nggak jadi b*nci”

“Sekarang kamu terasa tertarik sama cowok nggak?”
“Nggak”
“Berarti nggak. Kita cuma perlu ingat, kita pakai ini buat memuaskan n*fsu s*x kita, bukan mau ganti kel*min. Toh, kamu masih ter*ngs*ng kalau lihat cewek tel*nj*ng.”
“Iya juga sih..”

Setelah itu, kami terus bermain. Kami masih sempat melakukan kegiatan lainnya dengan pak*ian d*lam itu, seperti nonton TV, baca komik, lalu makan. Yang terakhir kami melakukan mast*rbasi bersama-sama sambil memakai baju dalam itu sambil membaca majalah Pla*boy.

Dulu masih belum ada VCD, kalau tidak mungkin kami akan melakukannya sambil menonton VCD p*rno seperti yang aku lakukan sekarang ini. Saat sore tiba, kami mandi lalu ganti kembali ke baju kami. Pakaian d*lam yang kupakai aku masukkan ke dalam koporku juga.

Setelah orang tuanya pulang, kami berlagak kayak biasa-biasa aja. Sebetulnya aku takut ketahuan juga, tetapi sampai aku di antar kembali olehnya ke Jakarta, tidak ada terjadi apapun. Telepon dari bibiku paling cuma menanyakan keadaanku, tetapi dia tidak menyinggung apapun lagi, malah dia bertanya kapan aku mau main di rumahnya lagi.

Sejak saat itu aku juga menjadi penggemar pak*ian d*lam cewek. Semua pak*ian d*lam bibiku itu aku simpan sampai sekarang di lemariku di tempat yang agak tersembunyi dan bila ada kesempatan, selalu ku keluarkan dan kupakai.

Aku pernah mencoba melihat tumpukan pak*ian d*lam milik mamaku, tapi mamaku tidak punya banyak pak*ian d*lam yang s*xy. Semua pak*ian d*lamnya hanya terbuat dari katun biasa dengan potongan yang juga biasa-biasa saja. Tidurnya juga hanya memakai piyama biasa. Maklum, mamaku orangnya agak kolot.

Yang sangat kusukai hanyalah satu set pakaian tradisional Korea dengan segala hiasan rambut dan pernak perniknya lengkap yang merupakan hadiah dari temannya yang disana. Mamaku sendiri tidak pernah memakainya. Aku sendiri bisa dengan leluasa untuk memakainya karena mamaku seorang wanita karier.

Papa mamaku sering dinas ke luar kota. Karena itu, aku merasa leluasa untuk memakai baju tradisional itu. Kadang-kadang aku padukan dengan cel*na d*lam dan br* bibiku yang kuambil dari Bandung. Kupakai sewaktu aku dirumah sambil melakukan kegiatan harianku. Baju tidur bibiku kupakai untuk tidur. Kalau ke sekolah atau jalan-jalan, aku pakai cel*na d*lam bibiku itu, tentu saja baju luarku adalah baju laki-laki biasa.

Ketika aku mulai kuliah, aku pindah ke kota Surabaya. Semua pak*ian d*lam yang kuambil dari bibiku kubawa serta. Pakaian tradisional Korea milik mamaku juga kubawa. Di kota ini, papaku membelikan aku sebuah rumah di kawasan kampusku.

Oleh karena itu, aku semakin leluasa untuk memuaskan keinginanku memakai pak*ian d*lam cewek, akan tetapi aku tidak menambah koleksiku. Yang kupakai hanyalah semua koleksiku yang kuambil dari bibiku dan baju tradisional Korea mamaku.

Waktu aku minta baju tradisional Koreanya, kukatakan aku akan memberikannya kepada temanku yang perempuan di sana sebagai hadiah perkenalan. Dengan alasan itu, mamaku menyerahkan baju tradisional Koreanya kepadaku dan kubawa ku Surabaya untuk kupakai sendiri.

Kegiatan harianku biasanya aku lalui dengan baju tradisional Korea jika di rumah, jadi waktu santai, belajar, main game ataupun nonton TV. Hanya bila ada teman yang datang aku ganti kembali ke baju laki-lakiku. Untuk tidur, aku tetap memakai set baju tidur milik bibiku yang biasanya kupadukan dengan g-str*ngnya.

Untuk br* dan cel*na d*lam yang lain, aku pakai untuk jalan-jalan dan kuliah di balik baju laki-lakiku. Aku selalu berusaha memakai baju yang bisa menyamarkan tali **ku. Semua itu aku lakukan sampai sekarang, jadi kadang-kadang aku pakai cel*na d*lam dan br* bibiku itu di balik baju kantorku. Memakai baju tradisional Korea sangat menyenangkan.

Kain yang lembut dan pakaian yang longgar menyapu tubuhku menyebabkan aku sangat h*rny. Aku selalu mendandani rambutku dengan set dari pakaiannya. Oleh karena itu, rambutku kupanjangkan sebahu. Beruntung kulitku putih sehingga aku sangat mirip gadis Korea jika sudah berbaju tradisional Korea lengkap dengan semua dandanannya.

Aku sangat mengagumi penampilanku di depan cermin, sehingga aku juga suka mast*rbasi dengan menyingkap baju tradisional itu, menurunkan cel*na d*lam cewek yang biasa kupakai untuk memadukannya, lalu mengocok k*nt*lku.

Aku selalu berhati-hati agar sp*rmaku tidak mengotori baju itu, sebab baju itu susah dicuci. Kalau baju tidur, itu sama lembutnya. Tetapi hanya saja baju itu pendek sehingga cel*na d*lam cewek yang kupakai tersingkap sendiri kalau aku duduknya agak serampangan. Itu juga membuatku tambah h*rny.

Semua hal ini sangat menyenangkan buat aku. Entah kamu merasa aneh atau malah jijik. Aku menyarankan kamu coba dulu. Mungkin kamu akan menikmatinya juga, sebab dulu aku bisa menikmatinya dari mencoba.

Ingat saja bahwa kita bukan mau jadi b*nci, tapi memu*skan h*srat s*ksual kita. Masih nggak bisa? Ya sudahlah.. tiap orang punya selera masing-masing.. ok. Tapi yang pasti sampai sekarang aku masih tertarik dengan cewek dan sama sekali tidak tertarik sama cowok. K*nt*lku masih berdiri dengan tegap kalau melihat cewek tel*nj*ng.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *